Sabtu, 31 Desember 2011

BUKU II HUKUM KEWARISAN

HUKUM KEWARISAN

BAB I
KETENTUAN UMUM

Pasal 171
Yang dimaksud dengan :
a. Hukum kewarian adalah hukum yang mengatur tentang pemindahan hak pemilikan harta peninggalan (tirkah) pewaris, menentukan siap-siapa yang berhak menjadi ahli waris dan berapa bagiannya masing-masing.
b. Pewaris adalah orang yang pada saat meninggalnya atau yang dinyatakan meninggal berdasarkan putuan Pengadilan beragama Isalam, meninggalkan ahli waris dan harta peninggalan.
c. Ahli waris adalah orang yang saat meninggal dunia mempunyai hubunghan darah atau hubungan prkawinan dengan pewaris, beragama Islam dan tidak terhalang karena hukum untuk menjadi ahli waris.
d. Harta peningalan adalah harta yang ditinggalkan oleh pewaris baik yang berupa harta benda yang menjadi miliknya maupun hak-haknya.
e. Harta waris afalah harta bawaan ditambah bagian dari harta bersama setelah digunakan untuk keperluan pewaris selama sakit sampai meninggalnya, biaya pengurusan jenazah (tajhiz), pembayaran hutang dan pemberian untuk kerabat.
f. Wasiat adalah pemberian suatu bnda dari pewaris kepada orang lain atau lembaga yang akan berlaku setelah pewaris meninggal dunia.
g. Hibah adalah pemberian sesuatu benda secara sukarela dan tanpa imbalan dari seseorang kepada orang lain yang masih hidup untuk dimiliki.
h. Anaka angkat adalah anak yang dalam pemeliharaan untuk hidupmnya sehari-hari, biaya pendidikan dan sebagainya beralih tanggung jawabnya dari orang tua asal kepada orang tua angkatnya berdasarkan putusan Pengadilan.
i. Baitul Mal adalah Balai Harta Keagamaan.

BAB II
AHLI WARIS

Pasal 172
Ahli waris dipandang beragamna Islam apabila diketahui dari Kartu Identitas atau pengakuan atau amalan atau kesaksian, sedangkan bagi bayi yang baru lahir atau anak yang belum dewasa, beragama menurut ayahnya atau lingkungannya.

Pasal 173
Seorang terhalang menjadi ahli waris apabila dengan putusan hakim yang telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap, dihukum karena :
a. dipersalahkan telah membunuh atau mencoba membunuh atau menganiaya berat para pewaris.
b. dipersalahkan secara memfitah telah mengajukan pengaduan bahwa pewaris telah melakukan suatu kejahatan yang diancam dengan hukuman 5 tahun penjara atau hukuman yang lebih berat.

Pasal 174
(1) Kelompok-kelompok ahli waris terdiri dari :
a. Menurut hubungan darah :
- golongan laki-laki terdiri : ayah, anak laki-laki, saudara laki-laki, paman dan kakek.
- golonagan perempuan terdiri dari : ibu, anak perempuan, saudara perempuan dan
nenek.
b. Menurut hubungan perkawinan terdiri dari :
(2) Apabila semua ahli waris ada, maka yanhg berhak mendapat warisan hanya : anak, ayah, ibu, janda atau duda.

Pasal 175
(1) Kewajiban ahli waris terhadap pewaris adalah :
a. mengurus meyelesaikan sampai pemakaman jenazah selesai
b. menyelesaikan baik hutang-hutang berupa pengobatan, perawatan, termasuk kewajiban
pewaris maupun menagih piutang;
c. menyelesaikan wasiat pewaris;
d. membagi harta warisan di antara ahli waris yang berhak.
(2) Tanggung jawab ahli waris terhadap hutang atau kewajiban pewaris hanya terbatas pada
jumlah atau nilai harta penninggalannya.

BAB III
BESARNYA BAHAGIAN

Pasal 176
Anak perempuan bila hanya seorang ia mendapat separoh bagian, bila dua orang atau lebih mereka bersama-sama mendapat dua pertiga bagian, dan apabila anak perempuan bersama-sama dengan anak laki-laki, maka bagian anak laki-laki adalah dua berbanding satu dengan anak perempuan.

Pasal 177
Ayah mendapat sepertiga bagian bila pewaris tidak meninggalkan anak, tetapi meninggalkan suami dan ibu, bila ada anak, ayah mendapat seperenam bagian.

Pasal 178
(1) Ibu mendapat seperenam bagian bila ada anak atau dua sauadara atau lebih. Bila tidak ada
anak atau dua saudara atau lebih, maka ia mendapat sepertiga bagian.
(2) Ibu mendapat sepertiga bagian dari sisa sesudah diambil oleh janda atau duda bila
bersama-sama dengan ayah.

Pasal 179
Duda mendapat separoh bagian, bila pewaris tidak meninggalkan anak, dan bila pewaris meninggalkan anak, maka duda mendapat seperenam bagian.

Pasal 180
Janda mendapat seperenam bagian bila pewaris tidak meninggalkan anak, dan bila pewaris meninggalkan anak maka janda mendapat seperdelapan bagian.

Pasal 181
Bila seorang meninggal tanpa meninggalkan anak dan ayah, maka saudara laki-laki dan saudara perempuan seibu masing-masing mendapat seperenam bagian. Bila mereka itu dua orang atau lebih maka mereka bersama-sama mendapat sepertiga bagian.

Pasal 182
Bila seorang meninggal tanpa meninggalkan ayah dan anak, sedang ia mempunyai satu saudara perempuan kandung atau seayah, maka ia mendapat separoh bagian. Bila saudara perempuan terebut bersama-sama dengan saudara perempuan kandung atau seayah dua orang atau lebih, maka mereka bersama-sama mendapat dua pertiga bagian.
Bila saudara perempuan tersebut bersama-sama dengan saudara laki-laki kandung atau seayah, maka bagian saudara laki-laki dua berbanding satu dengan saudara perempuan.

Pasal 183
Para ahli waris dapat bersepakat melakukan perdamaian dalam pembagian harta warisan, setelah masing-masing menyadari bagiannya.

Pasal 184
Bagi ahli waris yang belum dewasa atau tidak mampu melaksanakan hak dan kewajibannya, maka baginya diangkat wali berdasarkan keputusan Haklim atas usul anggota keluarga.

Pasal 185
(1) Ahli waris yang meninggal lebih dahulu dari pada sipewaris maka kedudukannya dapat
digantikan oleh anaknya, kecuali yang tersebut dalam pasal 173.
(2) Bagian bagi ahli waris penganti tidak boleh melebihi dari bagian ahli waris yang sederajat
dengan yang diganti.

Pasal 186
Anak yang lahir di luar perkawinan hanya mempunyai hubungan saling mewaris dengan ibunya dan keluarga dari pihak ibunya.

Pasal 187
(1) Bilamana pewaris meninggalkan harta pninggalan, maka oleh pewaris semasa hidupnya
atau oleh para ahli waris dapat ditunjuk beberapa orang sebagai pelaksana pembagian
harta warisan dengan tugas :
a. mencatat dalam suatu daftar harta peninggalan, baik berupa benda bergerak maupun
tidak bergerak yang kemudian disahkan oleh para ahli waris yang bersanghkutan, bila perlu
dinilai harganya dengan uang;
b. menghitung jumlah pengeluaran untuk kepentingan pewaris sesuai dengan pasal 175 ayat
(1) sub a, b dan c.
(2) Sisa dari pengeluaran dimaksud di atas adalah merupakan harta waris yang harus
dibagikan kepada ahli waris yang berhak.

Pasal 188
Para ahli waris baik secara bersama-sama atau perseorangan dapat mengajukan permintaaan kepada ahli waris yang lain untuk melalkukan pembagian harta warisan. Bila ada diantara ahli waris yang tidak menyetujui permintaan itu, maka yang bersangkutan dapat mengajukan gugatan memlalui Pengadilan Agama untuk dilakukan pembagian harta warisan.

Pasal 189
(1) Bila warian yang akan dibagi berupa lahan pertanian yang luasnya kkurang dari 2 hektar,
supaya dipertahankan kesatuannya sebagaimana semula, dan dimanfaatkan untuk
kepentingan bersama para ahli waris yang bersangkutan.
(2) Bila ketentuan tersebut pada ayat (1) pasal ini tidak dimungkinkan karena diantara para
ahli waris yang bersangkutan ada yang memerlukan uang, maka lahan tersebut dapat
dimiliki oleh seorang atau lebih ahli waris yang dengan cara membayar harganya kepada
ahli waris yang berhak sesuai dengan bagiannya masing-masing.

Pasal 190
Bagi pewaris yang beristeri lebih dari seorang, maka masing-masing isteri berhak mendapat bagian atas gono-gini dari rumah tangga dengan suaminya, sedangkan keseluruhan bagian pewaris adalah menjadi hak para ahli warisnya.

Pasal 191
Bila pewaris tidak meninggalkan ahli waris sama sekali atau ahli warisnya tidak diketahui ada atau tidaknya, maka harta tersenbut atas putusan Pengadilan Agama diserahkan pengurusannya kepada Baitul Mal untuk kepenetingan Agama Islam dan kesejahteraan umum.

BAB IV
AUL DAN RAD

Pasal 192
Apabila dalam pembagian harta warisan diantara para ahli warisnya Dzawil furud menunjukkan bahwa angka pembilang lebih besar dari angka penyebut, maka angka penyebut dinaikkan sesuai dengan angka pembilang, dan baru sesudah itu harta warisnya dibagi secara aul menurut angka pembilang.

Pasal 193
Apabila dalam pembagian hata warisan diantara para wahli waris Dzawil furud menunjukkan bahwa angka pembilang lebih kecil dari angka penyebut, sedangkan tidak ada ahli waris asabah, maka pembagian harta warisan tersebut dilakukan secara rad, yaitu sesuai dengan hak masing-masing ahli waris sedang sisanya dibagi berimbang di antara mereka.

BAB V
WASIAT

Pasal 194
(1) Orang yang telah berumur sekuarang-kurangnya 21 tahun, berakal sehat dan tanpa adanya paksaan dapat mewasiatkan sebagian harta bendanya kepada orang lain atau lembaga.
(2) Harta benda yang diwasiatkan harus merupakan hak dari pewasiat.
(3) Pemilikan terhadap harta benda seperti dimaksud dalam ayat (1) pasal ini baru dapat dilaksanakan sesudah pewasiat meninggal dunia.

Pasal 195
(1) Wasiat dilakukan secara lisan dihadapan dua orang saksi, atau tertulis dihadapan dua orang saksi, atau dihadapan Notaris.
(2) Wasiat hanya diperbolehkan sebanyak-banyaknya sepertiga dari harta warisan kecuali apabila semua ahli waris menyetujui.
(3) Wasiat kepad ahli waris berlaku bila disetujui oleh semua ahli waris.
(4) Pernyataan persetujuan pada ayat (2) dan (3) pasal ini dibuat secara lisan dihadapan dua orang saksi atau tertulis di hadapan dua orang saksi dihadapan Notaris.

Pasal 196
Dalam wasiat baik secara tertulis maupun lisan harus disebutkan dengan tegas dan jelas siapa-siapa atau lembaga apa yang ditunjuk akan menerima harta benda yang diwasiatkan.

Pasal 197
(1) Wasiat menjadi batal apabila calon penerima wasiat berdasarkan putusan Hakim yang
telah mempunyai kekuatan hukum tetap dihukum karena :
a. dipersalahkan karena telah membunuh atau mencoba membunuh atau menganiaya
berat kepada pewasiat;
b. dipersalahkan secara memfitnah telah mengajukan pengaduan bahwa pewasiat telah
melakukan seuatu kejahatan yang diancam hukuman lima tahun penjara atau hukuman
yang lebih berat;
c. dipersalahkan dengan kekerasan atau ancaman mencegah pewasiat untuk membuat
atau menycabut atau merubah wasiat untuk kepentingan calon penerima wasiat.
d. dipersalahkan telah menggelapkan atau merusak atau memalsukan surat wasiat dari
pewasiat.
(2) Wasiat menjadi batal apabila orang yang ditunjuk untuk menerima wasiat itu :
a. tidak mengetahui adanya wasiat tersebut sampai ia meninggal dunia sebelum
meninggalkan pesan wasiat;
b. mengetahui adanya wasiat tersebut, tapi ia menolak untuk menerimanya;
c. mengetatuhui adanya wasiat itu, tetapi tidak pernah menyatakan merima atau menolak
sampai ia meninggal sebelum meningalnya pewasiat.
(3) Wasiat menjadi batal apabila yang diwasiatkan musnah.

Pasal 198
Wasiat yang berupa hasil dari suatu benda ataupun pemanfaatan suatu benda harus
diberikan jangka waktu tertentu.

Pasal 199
(1) Pewasiat dapat mencabut wasiatnya selama calon penerima wasiat belum menyatakan
persetujuan atau sesudah menyatakan persetujuan tetapi kemudian menarik kembali.
(2) Pencabutan wasiat dapat dilakukan secara lisan dengan disaksikan oleh dua orang saksi
atau tertulis dengan disaksikan dua orang saksi atau berasarkan akte Notaris bila wasiat
terdahulu dibuat secara lisan.
(3) Bila wasiat dibuat tertulis, maka hanya dapat dicabut dengan cara tertulis dengan
disaksikan oleh dua orang saksi atau berdasarkan akte Notaris.
(4) Bila wasiat dibuat berdasarkan akte Notaris, maka hanya dapat dicabut berdasarkan akte
Notaris

Pasal 200
Harta wasiat yang berupa barang tak bergerak, bila karena suatu sebab yang sah
mengalami penyusutan atau kerusakan yang terjadi sebelum pewasiat meninggal dunia,
maka penerima wasiat hanya akan menerima harta yang tersisa.

Pasal 201
Apabila wasiat melebihi sepertia dari harta warisan, sedangkan ahli waris ada yang tidak
menyetujui, maka wasiat hanya dilaksanakan sampai sepertiga harta warisnya.

Pasal 202
Apabila wasiat ditujukan untuk berbagai kegiatan kebaikan, sedangkan harta wasiat tidak
mencukupi, maka ahli waris dapat menentukan kegiatan mana yang di dahulukan
pelaksanaannya.

Pasal 203
(1) Apabila surat wasaiat dalam kadaan tertutup, maka penyimpanannya di tempat Notaris
yang membuatnya atau di tempat lain, termasuk surat-surat yang ada hubunghannya.
(2) Bilamana suatu surat wasiat dicabut sesuai dengan pasal 199 maka surat wasiat yang
telah dicabut itu diserahkan kembali kepada pewasiat.

Pasal 204
(1) Jika pewasiat meninggal dunia, maka surat wasiat yang tertutup dan disimpan pada
Notaris, dibuka olehnya dihadapan ahli waris, disaksikan dua orang aksi dan dengan
membuat berita acara pembukaan surat wasiat itu.
(2) Jika surat wasiat yang tertutup disimpan bukan pada Notaris, maka penyimpan harus
mernyerahkan kepada Notaris setempat atau Kantor Urusan Agama setempat dan
selanjutnya Notaris atau Kantor Urusan Agama tersebut membuka sebagaimana
ditentukan dalam ayat (1) pasal ini.
(3) Setelah semua isi serta maksud surat wasiat itu diketahui maka oleh Notaris atau Kantor
Urusan Agama diserahkan kepada penerima wasiat guna penyelesaian selanjutnya.

Pasal 205
Dalam waktu perang, para anggota tentara dan mereka yang termasuk dalam golongan
tentara dan berada dalam daerah pertempuran atau yang berada di suatu tempat yang
ada dalam kepungan musuh, dibolehkan membuat suarat wasiat dihadapan seorang
komandan atasannya dengan dihadiri oleh dua orang saksi.

Pasal 206
Mereka yang sedang berada dalam perjalanan melalui laut dibolehkan membuat surat
wasiat di hadapan nahkoda atau mualim kapal, dan jika pejabat tersebut tidak ada, maka dibuat dihadapan seorang yang menggantinya dengan dihadiri oleh dua orang saksi.

Pasal 207
Wasiat tidak diperbolehkan kepada orang yang melakukan pelayanan perawatan bagi seseorang dan kepada orang yang memberi tuntunan kerohanian sewaktu ia menderita sakit hingga meninggalnya, kecuali ditentukan dengan tegas dan jelas untuk membalas jasa.

Pasal 208
Wasiat tidak berlaku bagi Notaris dan saksi-saksi pembuat akte tersebut.

Pasal 209
(1) Harta peninggalan anak angkat dibagi berdasarkan pasal 176 sampai dengan pasal 193
tersebut di atas, sedangkan terhadap orang tua angkat yang tidak menerima wasiat diberi
wasiat wajibah sebanyak-nbanyaknya 1/3 dari harta wasiat anak angkatnya.
(2) Terhadap anak angkat yang tidak menerima wasiat diberi wasiat wajibah sebanyak-
banyaknya 1/3 dari harta warisan orang tua angkatnya.

BAB VI
H I B A H

Pasal 210
(1) Orang yang telah berumur sekurang-kurangnya 21 tahun berakal sehat tanpa adanya
paksaan dapat menghibahkan sebanyak-banyaknya 1/3 harta bendanya kepada orang lain
atau lembaga di hadapan dua orang saksi untuk dimiliki.
(2) Harta benda yang dihibahkan harus merupakan hak dari penghibah.

Pasal 211
Hibah dari orang tua kepada anaknya dapat diperhitungkan sebagai warisan.

Pasal 212
Hibah tidak dapat ditarik kembali, kecuali hibah orang tua kepada anaknya.

Pasal 213
Hibah yang diberikan pada saat pemberi hibah dalam keadaan sakit yang dekat dengan kematian, maka harus mendapat persetujuan dari ahli warisnya.

Pasal 214
Warga Negara Indonesia yang berada di negara asing dapat membuat surat hibah dihadapan Konsulat atau Kedutaan Republik Indonesia setempat sepanjang isinya tidak bertentangan dengan ketentuan pasal-pasal ini.

---mic---

1 komentar: